
KutaKita – Tahun 1872 Perang Sunggal pecah. Perang ini dipimpin oleh Datuk Muhammad Kecil Surbakti yang didukung oleh laskar-laskar Karo dan Melayu. Awalnya perang ini terjadi karena kemarahan Datuk Sunggal dengan perlakuan semena-mena Sultan Deli merampas tanah ulayat mereka dan menyewakannya kepada Belanda. Mereka mengancam Sultan Deli dan menjaga hulu Sunggal agar Belanda tidak bisa masuk.
Sulong Barat keponakan Datuk Kecil, anak dari saudaranya Datuk Jalil mengumpulkan 1500 laskar dan membuat benteng di Timbang Langkat pada tahun 1872. Mereka mengancam Sultan Deli.
Merasa terancam, Sultan Deli meminta Belanda untuk melakukan ekspedisi Militer ke Sunggal. Perang pun berkobar. Pasukan Belanda dipukul mundur. Terlebih lagi rakyat Sunggal mendapat bantuan dari pasukan dari dataran tinggi Karo yang menyebut namanya Laskar Simbisa.
Tanggal 10 Juli 1872 datang lagi ekspedisi Militer Belanda ke II yang dipimpin oleh Letkol P.F Van Hombracht dari Batavia namun Belanda kalah. Tanggal 20 September 1872 didatangkan lagi Ekspedisi Militer ke IIII pimpinan Mayor H.W.C van Stuwe. Datuk Kecil berhasil ditangkap saat perundingan dengan Belanda dan dibuang ke Jawa.
Perjuangan dilanjutkan oleh penerus Datuk Sunggal Badiuzzaman Surbakti. Belanda mengajak Datuk Sunggal berdamai. Mereka mengundang sang Datuk ke Batavia untuk menegoisasikan perdamaian dengan Gubernur Jenderal Belanda. Dalam negoisasi itu Belanda akan memaafkan Badiuzzaman Surbakti jikalau dia mau bersujud dihadapan Gubernur Jenderal. Namun penawaran itu ditolak mentah-mentah. Akibatnya Datuk Sunggal ini ditangkap dan dihukum seumur hidup di Cianjur. (JB)