
KutaKita – Sepak terjang Preman di kota Medan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda di awal abad 20. Orang-orang Belanda menyebut mereka “Vrije Man”. Vrije Man berarti manusia bebas. Vrije Man yang kemudian dipelesetkan dalam bahasa Indonesia sebagai kata Preman.
Saat itu Preman kebanyakan berasal dari Kuli Non Kontrak atau tenaga lepas yang diperkerjakan untuk perkebunan tembakau Deli. Mereka dibayar harian. Tuan-tuan Kebun Belanda (Planters) memperkerjakan para Vrije Man namun sepak terjang mareka terkadang malah menyusahkan para tuan kebun.
Vrije Man selalu saja tiba-tiba muncul menjadi pembela atau pelindung kuli kontrak yang berasal dari Jawa, Tiongkok dan India. Sering kali kuli-kuli kontrak itu disiksa oleh Mandor Kebun jika mereka tidak bekerja dengan baik. Perintah siksaan ini sering juga berasal dari tuan-tuan kebun Belanda itu. Disinilah para Vrije Man menjadi pelindung dan pembela para kuli kontrak itu.
Banyak juga keresahan yang dilakukan para Vrije Man itu. Seperti merusak tanaman-tanaman kebun, minum-minum hingga mabuk-mabukan dan memancing keributan yang selalu berakhir dengan perkelahian. Tidak jarang juga terjadi perkelahian antara Vrije Man dan Penguasa Kebun.
Sebagai ucapan terima kasih atas jasa Vrije Man yang telah melindungi para kuli kontrak itu, mereka diberikan makanan dan minuman gratis di warung dan kedai sepanjang wilayah perkebunan.
Sepak terjang Preman ternama di kota Medan berawal di zaman Revolusi. Saat itu Jepang kalah dan Sekutu ingin merebut kembali kota Medan. Suasana kota Medan ketika itu sangat rawan. Kordinasi antara pemerintah pusat dan daerah masih kacau. Rakyat tidak lagi mempedulikan kekuasaan Jepang dan juga kedatangan sekutu untuk mengambil alih kekuasaan. Tindakan kriminal akhirnya terjadi di seluruh penjuru kota.
Salah satu Preman yang terkenal di zaman Revolusi adalah Amat Boyan. Nama Amat berasal dari kampung Boyan yang terletak di jalan Amaliun. Kekuasaan Amat Boyan berbasis di Tembung. Reputasi Amat Boyan sebagai pelaku kriminal sudah dikenal sejak zaman Jepang. Dia sering merampok rumah-rumah orang Jepang. Sampai akhirnya dia ditangkap dan dijebloskan ke penjara Pematang Siantar.
Tak lama dipenjara Amat Boyan bersama temannya bernama Paulus berhasil meloloskan diri dari penjara dengan jalan mematahkan terali besi selnya. Mereka lalu menghilang.
Menurut orang-orang Amat Boyan dipercaya memiliki ilmu. Badannya kurus tapi tangannya sekeras besi. Dia melarikan diri ke muara sungai Asahan dan bersembunyi di sebuah pulau yang dikelilingi buaya. Polisi mengejarnya kesana namun dengan cepat dia menghilang.
Berita proklamasi akhirnya terdengar sampai ke kota Medan. Amat Boyan dengan cepat mengambil tindakan. Namun bukan mengangkat senjata untuk melawan pasukan sekutu yang ingin mengambil alih kota Medan kembali. Malahan Amat Boyan berambisi untuk menjarah orang-orang berduit yang berjaya di masa kolonial. Dia segera membentuk jaringan preman dan bandit untuk melancarkan aksinya.
Sejak bulan November tahun 1945 pencurian dan perampokan marak terjadi di kota Medan. Korbannya adalah rumah dan ruko-ruko milik orang-orang Tionghoa. Pelakunya adalah preman kampung yang mengambil kesempatan atas nama revolusi. Para preman yang meresahkan orang-orang Tionghoa ini disebut-sebut orang-orang suruhan Amat Boyan.
Kiprah Amat Boyan di dunia premanisme mendapat perhatian barisan laskar Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) pimpinan Sarwono Sastro Sutarjo. Tanggal 25 November 1945 Sarwono membentuk badan intelijen dan polisi istimewa bernama Markas Pengawal Pesindo. Mereka bertekad merekrut bandit-bandit lokal untuk memperkuat barisan laskar melawan sekutu. Termasuk Amat Boyan.
Untuk menaklukkan Amat Boyan maka ditunjuklah Sibarani, Inspektur Umum Markas Pengawal Pesindo. Sibarani adalah mantan petinju. Sibarani menantang Amat Boyan. Dia memberikan 2 pilihan. Pilihan pertama Amat Boyan harus tunduk kepada Markas Pengawal Pesindo. Jika tidak mau, Sibarani memberikan pilihan kedua yaitu duel satu lawan satu dengan tangan kosong. Sibarani menjanjikan jika Amat Boyan menang maka dia bebas membentuk kekuatannya sendiri. Amat Boyan menerima tantangan Sibarani. Mereka pun berbaku hantam.
Pertarungan duel ini dilakukan di tempat terbuka dan disaksikan oleh para anggota Markas Pengawal Pesindo. Akhirnya Amat Boyan kalah dan mengakui keunggulan Sibarani. Dia kemudian berjanji untuk bergabung dengan Pesindo dan siap menjalankan perintah-perintah yang diberikan kepadanya.
Pesindo kemudian melibatkan Amat Boyan dalam kesatuan bersenjata yang dinamakan Pasukan Cap Kampak. Konon Sarwono memakai jasa Amat Boyan untuk memperluas pengaruhnya. Namun memelihara Amat Boyan seperti memelihara anak harimau yang kapan saja siap menerkam.
Sarwono bermaksud mengumpulkan Amat Boyan dan konco-konconya untuk menjadi barisan penggempur di lini terdepan. Namun kenyataannya Amat Boyan masih tetap melakukan pekerjaan yang lama. Dia menjadikan Pasukan Cap Kampak seperti kumpulan gangster. Mereka merampok rumah-rumah orang Tionghoa dan acap kali melakukan perkosaan. Tidak sedikit dari kalangan etnis Tionghoa harus mengungsi. Medan menjadi tidak aman akibat tindakan anarkis Amat Boyan dan teman-temannya.
Akibatnya kalangan Tionghoa mengambil sikap dengan membentuk barisan pengawal bernama Pao An Tui. Keberadaan Pao An Tui menimbulkan ketegangan dengan barisan pejuang Indonesia. Penyebabnya Pao An Tui malah bersekutu dengan Belanda. Permusuhan Pao An Tui dan pejuang kemerdekaan sering kali berujung bentrokan. Hal ini menyebabkan kebencian kepada orang-orang Tionghoa menjadi meningkat.
Asal muasalnya karena tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan oleh Amat Boyan terhadap orang-orang Tionghoa itu. Sebagai pemimpin Pesindo yang telah merekrut Amat Boyan, Sarwono merasa bertanggung jawab karena telah kehilangan kontrol terhadap orang yang direkrutnya itu. Tidak saja merusak citra Pesindo, aksi Amat Boyan telah merusak nama pemerintah Indonesia.
Rapat khusus dilakukan Pesindo di Kabanjahe, Tanah Karo. Markas pengawal Pesindo sepakat untuk mengakhiri aksi Amat Boyan. Pada minggu terakhir bulan April 1946, Pesindo bersama Tentara Republik menggempur pasukan Amat Boyan di dekat kota Berastagi. Dalam pertempuran itu Amat Boyan mati terbunuh. Tamatlah cerita Amat Boyan dengan pasukan Cap Kampak yang telah menodai revolusi di Sumatera Utara.
Selain Amat Boyan sosok preman yang sangat menakutkan ketika itu adalah Timur Pane. Awalnya Timur Pane adalah pedagang jengkol dan sayuran di pasar Sambu kota Medan. Dia lihai dan pemberani. Dia menekuni pekerjaannya yang baru yaitu mencopet. Dia mengumpulkan anak buahnya yang adalah orang-orang pengangguran yang tidak punya pekerjaan tetap.
Timur Pane ikut berperan serta dalam perjuangan di masa kemerdekaan Indonesia. Kelompoknya bergabung dengan Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), barisan laskar PNI pimpinan Selamat Ginting.
Awal mulanya Timur Pane bergabung dengan Napindo saat peristiwa jalan Bali (sekarang jalan Veteran) pada tanggal 13 Oktober 1945. Pada saat itu preman sangat berperan melawan penjajah.
Suatu hari sejumlah tentara Belanda bertemu dengan seorang pemuda Indonesia yang memakai lencana merah putih. Pemuda itu dipaksa menginjak-injak dan menelan lencana itu. Kejadian yang terjadi di pension Wilhelmina, sebuah gedung yang dijadikan markas oleh pasukan sekutu. Insiden inilah yang memicu pecahnya perang di kota Medan.
Saat itu kelompok preman yang jadi pejuang yang paling terkenal adalah Laskar Naga Terbang pimpinan Timur Pane. Anggota Laskar Naga Terbang awalnya adalah jagoan-jagoan kota Medan yang dibina oleh Matheus Sihombing. Mereka kemudian bergerak membantu penyerangan ke jalan Bali. Disanalah Timur Pane bertemu dengan Selamat Ginting pimpinan Napindo.
Setelah peristiwa di jalan Bali, pasukan Selamat Ginting membutuhkan logistik persenjataan yang cukup besar. Anak buah Timur Pane segera membantu. Mereka menyisir gudang-gudang peninggalan Jepang di Tanjung Morawa, Lubuk Pakam dan Sunggal. Mereka mencuri atau merampok senjata setiap ditemukan.
Pada peristiwa pertempuran Medan Area Timur Pane ikut serta. Dia membawa pasukannya dengan nama Napindo Naga Terbang. Walau membawa Napindo, Timur Pane tidak selalu mematuhi aturan Napindo. Jiwa kriminalnya terbawa saat peperangan terjadi. Naga Terbang selalu berada di garis belakang pertempuran untuk mencari keuntungan materi. Mereka malah menjarah kaum Tionghoa dan India ketimbang melawan Belanda.
Karena tidak mampu menembus kota Medan, Timur Pane beralih ke Deli Serdang yang sangat banyak perkebunan. Dia memilih Perbaungan sebagai markasnya. Dia mengendalikan beberapa perkebunan terutama karet yang diseludupkan ke Malaya melalui pelabuhan pantai Labu dekat Lubuk Pakam. Karena itu pula Naga Terbang menjadi kekuatan besar laskar pejuang. Timur Pane mengangkat dirinya sendiri menjadi pimpinan laskar dengan pangkat yang sangat unik yaitu Jenderal Mayor.
Pada bulan Desember 1946, Timur Pane keluar dari Napindo lalu membentuk pasukan Marsose yang anggotanya kebanyakan berasal dari etnis Batak Toba. Pasukan ini menyingkir ke pedalaman dan membuat markas di Parapat. Dia mengangkat sendiri pangkat-pangkat anak buahnya pangkat-pangkat selayaknya militer ketika itu. Padahal mereka bukan tentara resmi yang diakui pemerintah. Namun Timur Pane menyebutkan pasukan Marsose pimpinannya adalah bagian dari TNI.
Timur Pane menuntut pengakuan pemerintah dengan mendatangi Gubernur Muda Sumatera Utara Sutan Mohammad Amin Nasution. Dia meminta sang Gubernur agar menyiapkan dana 120 juta Gulden setiap bulan untuk pasukan Marsose. Timur Pane mengancam kalau uang tidak diberikan maka akan terjadi banjir darah. Permintaan Timur Pane itu ditolak sang Gubernur.
Aksi yang dilakukan Timur Pane ini rupanya menarik perhatian pemerintah pusat. Tanggal 29 Juni 1947, Panglima Komandemen Sumatera Letjen Soeharjo membubarkan pasukan Marsose. Sebagai jalan tengah sebagai penghargaan dedikasi untuk perjuangan Timur Pane, maka preman pejuang itu diberikan kedudukan Panglima legiun Penggempur dengan pangkat Kolonel.
Namun aksi Timur Pane yang selalu saja membuat kekacauan di kalangan militer membuat pemimpin militer gerah. Dia ditindak dan diberhentikan dari jabatannya. Sosok Timur Pane inilah yang menginspirasi Asrul Sani membuat film yang berjudul Nagabonar.
Tahun 1950 eksistensi preman masih cukup diterima masyarakat. Walikota Medan Haji Moeda Siregar yang menjabat tahun 1954-1958 pernah memberikan penghargaan kepada preman. Saat itu kelompok preman Medan berhasil mendamaikan bentrokan pemuda antar suku, antara pemuda Aceh dan pemuda Batak.
Pada masa pemerintahan Soekarno, terbentuklah organisasi Pemuda Pancasila. Pemuda Pancasila didirikan sebagai organisasi sayap partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang dibentuk oleh Jendral Abdul Haris Nasution tanggal 28 Oktober 1959. Pemuda Pancasila secara resmi diumumkan pada kongres IPKI tahun 1961.
Effendi Nasution yang dikenal sebagai Pendi Keling mantan petinju didaulat menjadi ketua Pemuda Pancasila. Pendi Keling adalah salah seorang tokoh legendaris kota Medan. Peristiwa G30S PKI menahbiskan kebesaran Pemuda Pancasila dalam memberantas komunis di kota Medan.
Selain Pendi Keling preman legendaris kota Medan lainnya adalah Olo Panggabean. Awalnya Olo Panggabean adalah kader Pemuda Pancasila. Dia keluar dari organisasi pemuda itu. Kemudian Olo bersama sahabatnya Syamsul Samah mendirikan Ikatan Pemuda Karya (IPK) pada tanggal 28 Agustus 1969. Walau jarang tampil di depan publik dan jarang juga tampil di media massa namun nama besar Olo selalu menjadi buah bibir di kota Medan. Sifat dermawannya sangat dikenang dan menjadi seorang tokoh legendaris kota Medan.
Ditulis oleh JOEY BANGUN.
SUMBER SEJARAH
Historia.id
Tirto.id
Kilap Sumagan – Biografi Selamat Ginting
SAKSIKAN VIDEO INI