Kunjungan Inggris ke Sumatera Timur

KutaKita – Sumatera Utara menjadi propinsi terpenting di Indonesia saat ini. Semua tidak lepas dari campur tangan Belanda yang membangun daerah ini yang sebelumnya terpecah-pecah dengan kerajaan-kerajaan lokal lalu menjadi daerah terbesar di pulau Sumatera.

Sumatera Utara sebelumnya adalah gabungan dari tiga keresidenan yaitu Residen Sumatera Timur, Residen Tapanuli dan Residen Aceh yang sempat bergabung namun kemudian memisahkan diri dan membentuk propinsi sendiri.

Cerita ini berawal sejak Inggris menguasai pulau Pinang, sebuah pulau kecil di Selat Malaka. Pulau Pinang sekarang lebih dikenal dengan pulau Penang yang saat ini dibawah kedaulatan Malaysia.

Awalnya pulau Penang dibawah kekuasaan Kesultanan Kedah. Namun karena kesultanan Kedah merasa terancam dengan Kerajaan Siam (Thailand) yang menguasai Kedah saat itu, maka Sultan Kedah meminta perlindungan dari pihak Inggris. Sebagai balasannya Kesultanan Kedah menyerahkan pulau Penang kepada Inggris.

Inggris dibawah komando Captain Francis Light tiba di Penang tanggal 17 Juli 1786. Inggris dan Kedah melakukan negoisasi dan kesepakatan. Tanggal 11 Agustus 1786 Inggris mengambil alih pulau Penang dan mulai menguasai pulau itu. Kepemilikan resmi pulau Penang dibuat Inggris atas nama Raja Inggris Raja George III. Kota kecil baru didirikan di pulau itu dan dinamakan George Town untuk menghormati raja George III. George Town kini menjadi ibukota pulau Penang.

Dibawah kuasa Inggris Penang berkembang pesat terutama bisnis ekspor impor. Pulau ini mempunyai peranan penting untuk pemasaran ekspor barang-barang Industri Inggris. Disamping itu Penang juga menjadi tempat penampungan produksi eskpor dari pelabuhan-pelabuhan di Sumatera.

Beberapa tahun kemudian Inggris merampas Malaka dari Belanda. Kepentingan perdagangan Selat Malaka semakin menjadi prioritas saat Inggris membangun Singapura setelah bernegosasi dengan Sultan Johor.  Sebetulnya gesekan Inggris dan Belanda kerap terjadi. Apalagi Belanda juga mempunyai kepentingan di Malaka. Mereka menguasai Malaka sudah 150 tahun lamanya setelah dirampas dari Portugis. Namun Inggris merebut Malaka dari Belanda penyebabnya posisi Belanda melemah waktu itu karena terjadi korupsi besar-besaran di perusahaan dagang mereka VOC.

Inggris menunjukkan ketertarikannya kepada Sumatera sejak Thomas Stamford Reffless menguasai Bengkulu. Gubernur Inggris di Penang William Edward Phillips menugaskan seorang pegawai tingginya bernama John Anderson untuk melakukan peninjauan langsung ke pantai timur Sumatera. Peninjauan ini dilakukan agar Inggris bisa mendapatkan informasi keadaan disana. Gubernur Inggris di Penang memerintahkan Anderson langsung bernegoisasi dengan raja-raja lokal agar mau bekerjasama dengan Inggris. Cara ini dibuat agar Inggris bisa menguasai juga Sumatera Timur. Terlebih karena daerah ini belum dikuasai siapa pun.

Dari Penang tepat tanggal 9 Januari 1923, John Anderson berangkat ke Deli dengan menggunakan kapal perang “Jessy” yang dilengkapi 8 meriam dan terdiri dari 62 awak kapal yaitu para pendampingnya bernama P.O Carnegy, Luther, Felex Narcis berikut juga seorang etnis Cina, seorang juru tulis orang Melayu, 2 orang Portugis, seorang dokter, 16 orang Tentara India Inggris dan beberapa orang pembantu lainnya. Karena menghadapi cuaca ekstrem, kapal yang mereka tumpangi baru sampai di pantai Deli pada tanggal 14 Januari.

Rombongan Anderson berlabuh di kampung Hilir atau lebih dikenal dengan nama kampung Alei. Dia tidak berjumpa dengan Sultan Deli Panglima Mengedar Alam Syah. Menurut kabar dari orang-orang yang dijumpai Anderson sejak sebulan lalu Sultan berperang dengan Raja Pulo Brayan dan Raja Graha dari Denai. Perang saudara ini terjadi karena besarnya cukai perdagangan.

Pada saat situasi peperangan ini akhirnya Sultan Deli bisa bertemu dengan rombongan Anderson. Sultan menyambut rombongan Anderson dengan baik. Dia menerima surat dari Gubernur Penang dan membacanya. Setelah membaca surat itu Sultan merasa gembira. Dia katakan akan menerima tawaran Gubernur Penang untuk melakukan kerjasama perdagangan.

Sultan Deli tinggal di kampung Labuhan. Sultan punya hubungan baik dengan raja-raja di Tanah Karo seperti Sibayak Lingga. Deli saat itu adalah daerah makmur karena hasil lada (cengkeh) yang ditanam waktu itu sangat besar. Tahun 1822 ekspor Deli ke Penang mencapai 26.000 pikul lada.

Selain itu tembakau merupakan hasil tanaman yang dieskpor ke Penang. Tanaman lain seperti padi, tebu, jagung, kacang, kapas ditanam untuk kebutuhan dalam negeri. Menurut catatan Anderson penduduk Deli saat itu 7000 jiwa. Jumlah penduduk kaum Batak yaitu orang-orang Karo sangat banyak sekali jumlahnya.

Rombongan Anderson banyak mengunjungi kampung-kampung tradisional seperti Buluh Cina dan Sunggal, urung Serbanyaman. Sunggal saat itu diperintah oleh raja yang disebut “Orang Kaya Sunggal”, sebagai kepala suku Karo di wilayah itu. Hubungan “Orang Kaya Sunggal” dengan Sultan Deli tidak pernah baik. Setahun lalu, Sunggal bertikai dengan Deli karena kebijakan cukai Sultan dalam ekspor hasil pertanian Sunggal sangat merugikan pihak Sunggal.

Anderson mengutarakan kepada Orang Kaya Sunggal tentang maksudnya. Dia menyampaikan keinginan Inggris tentang kunjungan ini. Orang Kaya Sunggal meminta perdagangan Sunggal ke Pulau Penang agar dilancarkan. Caranya adalah Inggris harus membuka pos di pulau Pangkor karena perahu-perahu dari Deli sering dirampok oleh Bajak Laut di Selat Malaka. Anderson menerima masukan itu dan berjanji akan meneruskannya ke Gubernur Penang.

Dengan kapal “Jessy” rombongan Anderson bertolak mengunjungi Kesultanan Serdang. Dia menjumpai kehidupan di Serdang lebih segar tanpa konflik. Anderson mengunjungi pantai Serdang. Ada 8 kapal tongkang dengan muatan penuh lada untuk diekspor.

Raja-raja kecil baik kaum Melayu, Karo dan Simalungun yang menjadi naungan Kesultanan Serdang hidup damai bersama Sultan Serdang. Penduduk Serdang saat itu 3000 jiwa untuk golongan Melayu dan 8000 golongan Batak.

Rombongan Anderson mengunjungi Asahan dan Batubara. Anderson menjumpai orang-orang disana yang rata-rata orang Melayu yang sopan, terpelajar dan rajin. Penduduknya sekitar 10.000 jiwa. Mata pencaharian orang-orang Batubara adalah tanaman kelapa, nelayan dan pelaut. Orang-orang Batubara banyak menjadi Nahkoda di sepanjang pantai Timur Sumatera.

Rombongan Anderson mengujungi Langkat yang berpenduduk 7000 jiwa suku Melayu yang sebagian besar tinggal di pantai. Dibagian pedalaman didiami suku Karo yang berjumlah 13.000 jiwa. Hasil utama di Langkat adalah lada yang diekspor per tahunnya 20.000 pikul. Sultan Langkat juga punya hubungan dengan Deli sedang mengalami pergolakan di daerahnya.

Setelah mengunjungi Sumatera Timur John, Anderson kembali ke Penang dan melaporkan perjalanannya kepada Gubernur Penang William Edward Phillips. Laporan ini kemudian dibuat menjadi buku yang berjudul “Mission to the Eastcoast of Sumatera” yang diterbitkan di London tahun 1826. Buku ini menjadi dokumen berharga bagi kita untuk mengetahui daerah ini di tempo doeloe.

Kesepakatan Anderson dengan para raja di Sumatera Timur akhirnya pupus setelah terjadi perjanjian Inggris dan Belanda tentang pertukaran daerah jajahan. Perjanjian itu terkenal dengan nama Traktat London 1824.

BERSAMBUNG

————————————————–

Sumber Sejarah :

Mission to the Eastcoast of Sumatera – John Anderson

Koeli Kontrak Tempo Doeloe – Mohammad Said

Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur – Tengku Luckman Sinar

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *