Dr. F. L. Tobing – Kisah Pejoeang dari Tapanoeli

KutaKita – Dr. Ferdinand Lumban Tobing lebih dikenal dengan Dr. F. L. Tobing adalah pahlawan pejuang dari Tapanuli. Dia dilahirkan tanggal 19 Februari 1899, di desa Sibuluan Tapanuli Tengah. Ayahnya bernama Herman Lumban Tobing dan ibunya bernama Laura boru Sitanggang.

Ayah Dr. F.L Tobing adalah seorang Guru Sekolah Desa dan juga pengurus gereja Protestan di desa Sibuluan. Sewaktu Ferdinand berusia 5 tahun, teman ayahnya seorang pendeta berdarah Indo Belanda bernama Jonathan mengangkat Ferdinand sebagai anak angkat dan membawanya ke Depok. Ferdinand disekolahkan di Europese Lagere School (ELS) kota Depok kemudian dipindahkan ke ELS kota Bogor. Beliau menamatkan sekolahnya di tahun 1914.

Ferdinand mendapat panggilan untuk masuk Stovia, sekolah dokter di Batavia. Di Stovia Ferdinand aktif dalam pergerakan kebangsaan dengan bergabung dengan Jong Batak. Namanya tercatat sebagai salah satu pemrakarsa Sumpah Pemuda. Tahun 1924 Ferdinand menyelesaikan kuliahnya dan menjadi dokter dengan gelar Indische Arts.

Tak lama setelah lulus dia langsung ditugaskan di bagian penyakit menular Pusat Rumah Sakit Rakyat CBZ yang sekarang menjadi rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.  Setahun  kemudian Dr. Tobing menikah dengan Anna Paulina Elfringhoff Kincap, seorang wanita Indo Minahasa berasal dari Kawangkoan, Sulawesi Utara.

Dua tahun kemudian Dr. Tobing dipindahkan ke rumah sakit Tenggarong, Kutai Kalimantan Timur. Tahun 1931 dia dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pusat Surabaya. Di rumah sakit itu Dr. Ferdinand bekerja sambil belajar menjadi dokter bedah.

Tahun 1935, Dr Tobing dipindahkan ke kampung halamannya Tapanuli. Inilah awal dari perjuangannya menjadi pejuang rakyat Tapanuli. Awal pindah ke Tapanuli, Dr Ferdinand ditempatkan di Rumah Sakit Padang Sidempuan. Kemudian tahun 1937 dia dipindahkan lagi ke Rumah Sakit Sibolga. Sebagai dokter dia sangat bersemangat mengabdikan hidupnya demi kesembuhan orang-orang kampung halamannya itu.

Namun sejak pendudukan Jepang di Tapanuli semua keadaan menjadi berubah. Barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan pakaian susah didapatkan. Kesehatan rakyat di Tapanuli semakin menurun dan memprihatinkan.

Untuk mengantisipasi serangan sekutu, Jepang membangun benteng pertahanan di teluk Sibolga. Pembangunan ini dikerjakan oleh pekerja-pekerja paksa Romusha. Pekerja-pekerja itu adalah orang-orang Tapanuli. Jepang yang begitu beringas membantai semua pekerja yang dianggap lemah. Dr. Tobing ditempatkan pemerintah Jepang untuk mengurusi kesehatan para pekerja Romusha itu. Disinilah Dr. Tobing melihat dengan mata kepalanya sendiri kekejaman dan penindasan Jepang kepada bangsanya. Dia berusaha mencari cara agar anak-anak Tapanuli bisa selamat dari penindasan Jepang.

Langkah yang dilakukan Dr. Tobing itu pula yang membuatnya masuk ke daftar hitam Jepang. Jepang membuat daftar hitam untuk kaum cendikiawan Tapanuli yang akan dihabisi secara diam-diam. Namun nasib berkata lain. Dr. Tobing tidak jadi dibunuh oleh Jepang karena suatu peristiwa. Peristiwa itu yang kemudian mengantarkannya menjadi orang nomor satu di Tapanuli.

Seorang Perwira Kampetai (Polisi Militer Jepang) bernama Inoue mengalami kecelakaan saat mengendarai mobilnya. Dia terluka parah. Dokter Jepang dan para perawatnya telah berusaha menolong perwira itu namun tidak berhasil. Membawanya ke Medan tidak mungkin. Perjalanan cukup jauh justru akan segera mengakhiri hayat perwira itu.

Dokter Tobing menemui Dokter Jepang yang merawat Inoue. Dia menawarkan diri untuk bisa segera menolong perwira Kampetai itu. Dokter Jepang itu ragu. Dia meragukan kemampuan Dr Tobing bukan saja karena dia orang Tapanuli. Tetapi juga tidak mungkin dokter Indonesia lebih hebat dari dokter Jepang. Terlebih lagi kecurigaan kepada Dr Tobing begitu tinggi karena dia masuk daftar hitam cendikiawan Tapanuli yang akan dibunuh. Mungkin saja Dr. Tobing malah menggunakan kesempatan ini untuk membalaskan dendamnya kepada Jepang dengan membunuh Inoue.

Namun Dokter Tobing menjelaskan dia punya pengalaman sebagai Dokter Bedah. Dia optimis bisa menyembuhkan perwira Kampetai itu. Dia minta kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. Perdebatan terjadi, Dr. Tobing meyakinkan Jepang dia tidak mungkin melanggar sumpahnya sebagai dokter. Akhirnya pihak Jepang luluh dan memberikan kesempatan kepada dokter itu untuk membuktikan ucapannya.

Baca Juga  Jacob Nienhuys Sang Pelopor Tembakau Deli

Dengan pengawasan ketat, Dr. Tobing melakukan tugasnya. Akhirnya dia bisa membuktikan ucapannya. Inoue berangsur-angsur pulih. Pihak Jepang mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dokter Tapanuli itu.  Sejak peristiwa itu pandangan Jepang terhadap Dr. F.L. Tobing berubah. Jepang mencoretnya dari daftar hitam. Malah Dokter Tobing semakin dihormati dan disegani Jepang. Karena telah menyelamatkan nyawanya Inoue menjalin persahabatan dengan Dr. Tobing. Dia berutang budi kepada Dr. Tobing dan suatu saat akan membalasnya.

Pada tahun 1943, dibentuklah suatu Dewan Perwakilan Rakyat untuk Tapanuli bernama Sju Sangi Kai. Jepang menunjuk Dr. Tobing menjadi salah satu anggota dewan itu. Disamping sebagai anggota Sju Sangi Kai, Dr. Tobing juga menjadi anggota Chuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera).

Jepang mulai terdesak karena situasi perang, mereka mulai mencari simpati rakyat agar bisa mendukung pemerintahan mereka. Jepang memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia untuk duduk di badan pemerintahan bentukan Jepang. Saat itu pula Dr. F.L Tobing diberikan kepercayaan untuk jabatan sebagai Fuku Tjo Kan atau Residen Muda Tapanuli, wakil Residen Tapanuli, sementara Residen Tapanuli masih dipegang oleh orang Jepang.

Ibukota Keresidenan Tapanuli dipindahkan oleh Jepang dari Sibolga ke Tarutung. Alasannya Sibolga sangat dekat dengan laut. Jepang takut dan harus mengantisipasi serangan pihak Sekutu dari laut.

Bom Hiroshima dan Nagasaki melumpuhkan Jepang. Serta merta Pejuang-pejuang Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Namun karena media komunikasi belum memadai ketika itu, berita proklamasi terlambat diketahui oleh daerah-daerah termasuk Tapanuli.

Berita kemerdekaan diterima di Tapanuli saat beberapa anggota Chuo Sangi In Sumatera yang juga merangkap anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam perjalanan pulang dari Jakarta ke Medan dan mereka singggah ke Tarutung. Mereka yang singgah di Tarutung itu adalah dr. Amir, Teuku Mohammad Hasan dan Luat Siregar. Mereka menjumpai Dr. F.L. Tobing dan para pemimpin Tapanuli lainnya.

Berita kemerdekaan itu pula menjadi pemicu semangat pejuang di Tapanuli. Mereka ingin segera menguasai kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Tarutung. Kobaran semangat kemerdekaan membuat para pemuda Tapanuli sangat bersemangat dan siap mengambil resiko. Jepang sudah tidak punya hak lagi untuk menguasai Tapanuli.

Mereka mendorong Dr. Tobing sebagai Residen Muda untuk mengambil tindakan. Melihat semangat para pemuda itu, Dr. Tobing bersedia memimpin aksi ke Kantor Residen Tapanuli di Tarutung. Residen Jepang sangat marah dengan aksi di depan kantornya. Dia katakan peralihan kekuasaan antara Jepang dan Indonesia memang akan segera dilakukan, namun bukan dengan aksi kekerasan dan keributan yang ditunjukkan para pemuda itu. Dr. Tobing melakukan negoisasi dengan Residen Jepang. Paralihan kekuasaan dapat dilakukan juga tanpa ada korban.

Untuk menjaga keamanan rakyat maka Dr. Tobing bersama pemimpin rakyat lainnya seperti Dr. Luhut Lumban Tobing bekas ketua Sinendan Tapanuli berinisiatif untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat. Anggota badan ini adalah pemuda-pemuda yang pernah bergabung dengan laskar-laskar bentukan jepang seperti Hei Ho, Giu Gun, Seinendan dan pemuda-pemuda yang belum pernah memperoleh pelatihan militer.

Bulan Oktober 1945 Dr. Tobing menerima surat keputusan pengangkatannya sebagai Residen Tapanuli dari Presiden RI. Surat itu diterima melalui Gubernur Sumatera Teuku Mohammad Hassan.

Penunjukan ini pula yang membuat Dr. F.L Tobing bersemangat memimpin Tapanuli. Serta merta dia menyiapkan kelengkapan pemerintah daerah. Karena dana dari pusat belum ada ketika itu, Dr. Tobing mencoba bertahan dengan mengadakan hubungan perdagangan dengan Singapura melalui pelabuhan Sibolga. Perdagangan itu memakai sistem barter tukar menukar barang.

Bulan Mei 1946, Dr. F. L. Tobing memindahkan kembali ibukota Tapanuli dari Tarutung ke Sibolga. Dia menganggap Sibolga adalah lokasi tengah dan strategis, tidak jauh juga dari saudara-saudara Tapanuli Selatan. Lagi pula Sibolga sebagai kota pelabuhan sangat memungkinkan mengangkat perekonomian di Tapanuli.

Baca Juga  Tjong A Fie

Agresi Militer Belanda membuat Dr. Tobing mengambil sikap untuk segera memindahkan lagi ibukota Tapanuli. Karena Sibolga sangat dekat dengan laut. Untuk mengantisipasi serangan Belanda maka Dr. Tobing memutuskan desa Sitahuis menjadi lokasi sementara ibukota Keresidenan Tapanuli. 

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer ke II. Hampir semua kota di Sumatera dikuasai Belanda termasuk Sibolga. Tepat tengah malam tanggal 23 Desember Dokter Tobing beserta keluarganya menyingkir ke pedalaman yaitu hutan Ampolu. Mulai saat itu Residen Tapanuli Dr. F. L. Tobing melakukan tugasnya secara bergerilya. Saat pengungsian itu pula dia mendapat mandat dari pemerintah RI untuk menjadi Gubernur Militer untuk daerah Tapanuli dan Sumatera Timur bagian Selatan.

Pada masa perang gerilya, Dr Tobing tidak tinggal di satu tempat saja. Dia sering berpindah-pindah agar posisinya sebagai Gubernur Militer tidak diketahui mata-mata Belanda.

Setelah terjadi gencatan senjata antara RI dengan Belanda, tanggal 24 Agustus 1949, Gubernur Militer Dokter Tobing berserta keluarga serta rombongannya kembali ke Sibolga.

Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, pada bulan Februari 1950, berdasarkan rapat di Yogyakarta Dr. Tobing menyerahkan tugasnya sebagai Kepala Daerah Tapanuli kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Kemudian Pemerintah Pusat mengangkat Dr. Tobing menjadi Gubernur Sumatera Utara yang menyatukan tiga Keresidenan yaitu Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli. Pengangkatan jabatan sebagai Gubernur Sumatera Utara ditolak Dr. Tobing. Alasannya Aceh dan Tapanuli mempunyai adat istiadat kebiasaan berbeda, jadi sulit mengaturnya menjadi satu propinsi. Aceh akhirnya berpisah dan membentuk propinsi sendiri. Sementara itu Dr. Tobing memimpin propinsi Sumatera Timur/Tapanuli mulai 17 Mei 1949 – 14 Agustus 1950. Setelah Dr. Tobing melepaskan jabatannya sebagai Gubernur propinsi Sumatera Timur/Tapanuli, nama Sumatera Timur/Tapanuli dikembalikan namanya menjadi propinsi Sumatera Utara.

Dr. Tobing diangkat menjadi Menteri Penerangan pada Kabinet Ali I tahun Agustus 1953 – Agustus 1955. Kemudian Menteri Kesehatan ad interim mulai dari bulan Agustus sampai Oktober 1955. Dr. Tobing sempat meminta dibebaskan tugas negara dan pensiun untuk menikmati hari tuanya. Pemerintah sempat mengabulkan permintaannya. Namun belum lama dia lepas dari tugasnya, Pemerintah meminta kembali untuk jabatan baru yaitu Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah dalam Kabinet Karya Juanda pada bulan April tahun 1957. Kemudian dari Juni 1958 sampai tahun 1959 menjadi Menteri Negara Urusan Transmigrasi pada kabinet Karya yang telah dirombak. Namun tahun 1959 kabinet itu mengembalikan mandatnya kepada pemerintah dan membubarkan diri.

Sejak itulah Dr. Tobing mulai menikmati masa pensiun dan beristirahat menikmati hari tuanya. Dr. Tobing menghembuskan nafasnya pada malam 7 Oktober 1962 sewaktu berada di rumah anaknya di Jakarta. Saat itu sesak nafasnya kambuh dan tidak tertolong lagi. Dia dimakamkan di pemakaman keluarga di desa Kolang Sibolga Tapanuli Tengah.

Atas jasa dan baktinya kepada Negara, namanya kemudian diabadikan di sebuah Rumah Sakit Umum di Sibolga dan Bandara di Pinang Sori, Tapanuli Tengah.

Dr. F.L. Tobing diangkat menjadi Pahlawan Nasional denganpenetapan: S. K. Presiden No. 361 Tahun 1962, bertanggal 17 November 1962.

Jasa dan bakti Dr. Ferdinand Lumban Tobing akan selalu dikenang dan kita akan selalu bangga untuk meneladani pengorbanan beliau kepada Republik ini.

DItulis oleh JOEY BANGUN

SUMBER SEJARAH :

Dr. Fl. L. Tobing – Zaidir Jalal

Perjuangan Rakyat Sumatera Utara – Forum Komunikasi Ex Sub Teri torium VII Komando Sumatera

sumutprov.go.id

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *