
KutaKita – Pekerja anak atau kuli dibawah umur di perkebunan Tembakau Deli adalah bukti kekejaman penjajahan Belanda di tanah Deli di masa lalu. Masa kekelaman ini terjadi dibalik gemerlapnya tanah Deli yang berjuluk “de Millioenen uit Deli” atau berjuta-juta dari Deli. Penderitaan anak-anak perkebunan itu harus mereka tanggung bahkan sejak mereka dilahirkan.
Awal pembukaan Tembakau Deli di sekitar Labuhan membuat Belanda harus membuat kebijakan baru untuk pekerja-pekerja perkebunan. Orang-orang Pribumi lokal seperti suku Melayu dan Karo tidak mau dijadikan kuli Belanda. Bahkan mereka mengambil sikap melawan Belanda karena tanah ulayat mereka dirampas untuk dijadikan perkebunan tembakau.
Karena sikap dari orang-orang Melayu dan Karo itu pula, maka Belanda mengambil tindakan untuk mendatangkan pekerja dari luar. Orang-orang Tionghoa didatangkan dari Singapura, Penang sementara orang-orang India didatangkan dari Kolkata India. Untuk kaum pribumi didatangkan kuli dari Jawa. Mereka terlebih dulu menandatangani kontrak kerja di Jawa baru diberangkatkan menuju Deli.
Kedatangan orang Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan mempunyai nilai lebih. Karena kebanyakan dari mereka tidak datang sendiri. Mereka juga datang bersama istrinya yang juga sudah menandatangani kontrak untuk bekerja di perkebunan tembakau Deli.
Tentu saja ini menjadi keuntungan bagi tuan kebun. Karena dengan begitu para tuan kebun mendapat tenaga tambahan untuk kuli-kuli perkebunan. Keluarga-keluarga calon kuli kontrak itu juga membawa anak-anak mereka. Anak-anak ini juga yang nantinya dimanfaatkan Belanda untuk menjadi pekerja tambahan di perkebunan.
Awal abad 20 sekitar tahun 1900, anak-anak mulai dilibatkan sebagai pekerja di perkebunan Tembakau. Mereka bekerja sejak belia. Biasanya membantu kuli perempuan menyiram tanaman dan memetik tembakau. Keahlian mereka terutama adalah mencari ulat dan serangga yang menjadi hama tanaman tembakau. Namun anak-anak itu mendapat upah yang sangat kecil.
Selain itu anak-anak juga dilibatkan dalam penyortiran tembakau bersama keluarga mereka. Pekerjaan itu dilakukan sampai malam hari. Mau tidak mau mereka harus membawa seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak mereka ikut bekerja hingga larut malam.
Pekerja anak di Kebon menjadi hal wajar ketika itu. Para Tuan Kebun senang anak-anak itu bisa dilibatkan karena bisa mengurangi beban dalam mengurus kebun. Bagi mereka pekerjaan itu tidak mengganggu kesehatan anak. Lagipula anak-anak itu bisa bekerja membantu untuk mengurangi beban ibunya selama tinggal di perkebunan. Sebenarnya ini adalah dalih tuan-tuan kebun terhadap perbuatan mereka yang mengeksploitasi anak.
Tidak sedikit pula anak-anak yang tinggal perkebunan lahir dari hasil prostitusi di perkebunan. Beberapa dari mereka juga ada lahir dari hubungan gelap sesama kuli. Kuli-kuli perempuan yang tidak sanggup membesarkan anak yang baru dilahirkan terpaksa menjualnya. Anak mereka dijual dengan pembeli dengan harga penawaran termahal. Biasanya orang-orang Tionghoa kaya menjadi pembeli anak-anak Kebon itu. Perdagangan anak sejak dulu memang ada di tanah Deli terutama di perkebunan.
Anak-anak ini juga menjadi objek seksual sesama kuli. Para kuli yang pedofil melampiaskan hasratnya kepada anak-anak itu. Mereka tidak bisa melakukan perlawanan. Karena hukum yang berlaku di perkebunan selalu menjatuhkan derajat seorang kuli.
Tanggal 17 Februari 1918 dalam suatu rapat umum pergerakan Syarikat Islam Cabang Medan di gedung Oranje Bioskop, Mohammad Samin, Komisaris Syarikat Islam Sumatera Timur dalam pidatonya mengajukan resolusi dan mengutuk perbudakan kuli di Sumatera Timur. Salah satu tuntutannya adalah anak-anak kuli harus dididik di sekolah-sekolah.
Pada bulan Mei tahun itu juga diadakan kongres Syarikat Islam di Surabaya. Mohammad Samin mengajukan putusan yang dibawanya dari Medan. Kemudian diadakan lagi rapat Syarikat Islam dan Boedi Oetomo di kota Medan, hasil rapat itu disampaikan kepada Balai Rendah Belanda. Putusan itu diterima dan disetujui. Mulai saat itu pula anak-anak kuli mulai meninggalkan perkerjaan mereka dan bisa bersekolah.
Ditulis oleh Joey Bangun
SUMBER SEJARAH
Koeli Kontrak Tempo Doeloe – H. M. Said
Toean Keboen dan Petani – Karl J. Pelzer
Pekerja Anak di Perkebunan Tembakau – Indrasari Tjandraningsih & Popon Anarita
Historia.id
Saksikan Videonya